The Fold by Peter Clines

Okay, this one’s going to be quick. This is a novel that I’d just started reading last night and actually made me to read it completely within one sitting. 5 hours straight. The last English book capable of doing that to me was Ender’s Game, thus I am compelled to write a review for this. I also realise that it’s been a long time since I’ve posted here, so bear with me for a bit if my review feels like a mess, alright? Thank you.

So, let me start with a summary: the protagonist of this story, Mike, was a superhuman, one of the few people on the planet who actually possessed a photographic memory. While he was living his ordinary life as a high school teacher, an old friend came and offered him a job: observe a group of scientists who claimed that they have invented The Albulquerque Door, a device that can create a “Fold” in reality which allowed near instantaneous travel over a great distance. He accepted it, and for the first couple of days, things seemed to run without problems although some of the scientists seem a little bit skittish about their Door. And then an incident happened, and Mike realised that there were secrets buried deep within the team, that the device was not as it seemed, and that they had to race against time to stop a great catastrophe from leaking through the Door toward all known realities.

Continue reading “The Fold by Peter Clines”

Romansick by Emilya Kusnaidi

Cover_Romansick

Beberapa bulan silam, saya tanpa sengaja ikut serta dalam sebuah diskusi yang lumayan panas mengenai novel dan genre-genrenya. Salah satu dari mereka mengatakan bahwa novel bukanlah buku bacaan yang seharusnya diberikan kepada anak-anak karena dikhawatirkan mereka akan enggan membaca buku-buku lainnya. Lebih spesifik lagi, ia mengangkat isu lama yang berada di seputaran Harry Potter, yang bisa dibilang merupakan fenoma literasi yang paling besar di abad ini.

“Teman saya dulu ada yang suka Harry Potter, dan dia kemana-mana kerjaannya baca itu melulu, ke sekolah aja dia bawa, sampai nggak tidur katanya buat baca doang. Tapi, apakah dia suka baca buku-buku lainnya? Tidak!”

Begitu dia selesai berargumen, seseorang lainnya juga turut menimpali dengan mengatakan bahwa penggemar satu genre memang biasanya terikat pada genre itu saja; bahwa penyuka buku Fantasi kemungkinan besar takkan membaca buku Fiksi Sejarah, atau penggemar genre Urban takkan menyukai Fiksi Ilmiah.

Terus terang, pertama kali mendengar hal tersebut, aku merasa tergelitik dan tertusuk. Alasannya adalah karena, untuk waktu yang sangat lama di masa lalu, hal tersebut adalah benar untuk diriku sendiri. Aku adalah tipe anak yang (hampir) sama persis dengan yang dideskripsikan tersebut. Bedanya cuman sesekali aku juga membaca novel-novel horor (aku selalu tertarik pada hantu, entah kenapa, mungkin gara-gara tinggal di dekat Nusakambangan pas kecil). Baru beberapa tahun belakangan ini aku mulai merambah ke genre-genre lainnya, keluar dari Fantasi, mencoba membaca buku-buku fiksi yang sebelumnya tidak pernah aku coba baca, atau dibayangkan saja tidak. Seiring berlalunya waktu, aku menemukan buku-buku dari genre lainnya yang sangat menarik dan bagus. Dan salah satu genre yang baru kubaca tersebut–atau, lebih tepatnya, kategori novel yang menarik perhatianku–adalah Metropop.

Continue reading “Romansick by Emilya Kusnaidi”